Seni Budaya Rapai Dabouh Dan Group Sanggar, Mulai Eksis Kembali Di Aceh Jaya.

Rapai, Alat Musik Yang Dipukul Pakai Tangan Kosong Yang Memiliki Ketukan Khas Tradisional Aceh.*

CALANG, Tribunnanggroe.Com – Alat Kesenian yang di tabuh mengunakan tangan itu, merupakan alat seni musik tradisional kerajaan-kerajaan Aceh dimasa lampau dalam kesultanan Samudera Pasai (Indatu Aceh) dikala itu.

Daerah Meureuhom Daya, merupakan sebuah kawasan kerajaan Aceh, yang dipimpin oleh Po Teumeureuhom (Raja Daya yang agung Sultan Alaidin Ri’ayat Syah) dengan sejarah pertahanan nya mengalahkan dan menawan tentara Portugis.

Rapai, alat musik tradisional Aceh yang ditabuh menggunakan tangan kosong itu, kini mulai eksis dibeberapa kawasan terpencil di daerah kabupaten Aceh Jaya, Kelompok seni budaya perdalaman seperti di kecamatan panga diketahui ada dua desa mulai aktif dengan kegiatan Rapai Dabouh.

Desa yang mulai aktif dibidang seni Rapai yaitu Desa Glee Putoh yang merupakan kawasan Adat terpencil kabupaten Aceh Jaya, Kegiatan itu juga dilakukan oleh sekelompok masyarakat di Desa Alue Raya Kecamatan Panga.

Group Rapai Dabouh Gampong Glee Putoh Kecamatan Panga.*

Alat musik Rapai biasanya berperan untuk mengatur ritme, tempo, gemerincing saat lantunan syair-syair bernuansa Islami yang sedang dinyanyikan oleh pemangku seni (Syech/Pemandu).

Seni tari seperti ini. Sering dimainkan dalam sebuah acara event atau karnaval dikarenakan, suara rapai dapat membuat suasana lebih hidup, semarak dan bisa menumbuhkan semangat penonton yang sedang menyaksikan suatu pertunjukan. Rapai ini juga digunakan hampir semua seni tarik suara khas tradisional di Aceh.

Bahkan penyanyi etnis di Aceh pun sering menggunakan rapai sebagai alat kolaborasi dengan alat musik modern seperti drum, gitar dan sejumlah alat musik lainnya. Alat musik ini biasanya dimainkan oleh 8 sampai 12 kru.

Grup ini di Aceh dikenal dengan sebutan Awak Rapai (Kelompok Rapai). Biasanya rapai disandingkan dengan instrumen Seurene Kale yang memiliki suara melengking atau Buloh Perindu, sebuah alat musik tiup hampir serupa dengan seruling.

Permainan rapai ini tidak menggunakan pengeras suara. Namun suara yang keluar saat ditabuh secara serentak bisa terdengar 5 hingga 10 Km bila berada di perkampungan yang hening tanpa ada kebisingan dengan lainnya.

Salah seorang kepala desa di kecamatan Panga, Muhammad Alwi (Geuchik Glee Putoh) mengatakan, sejarah rapai ini tidak terlepas dari peradaban masuknya Islam di Aceh. Karena rapai ini diperkenalkan oleh seorang ulama besar dari persia yang kini dikenal Baghdad saat menyebarkan Islam ke Aceh yaitu di Kerajaan Pasai (Persia).

“Rapai itu identik dengan keislaman, yang merupakan tradisi adat budaya yang harus kembangkan,” kata Muhammad Alwi.

Menurutnya, dalam beberapa catatan sejarah menyebutkan rapai yang kemudian menjadi alat musik tradisional Aceh diperkenalkan oleh Syech Rapi atau ada juga yang menyebutkannya dengan kata Syech Rifai.

Pada abad ke-11 di Banda Khalifah, Alat musik itu dipertontonkan kawasan itu sekarang lebih dikenal dengan sebutan Gampong Pande, Kota Banda Aceh. Di Gampong Pande itu juga banyak menyimpan  peninggalan-peninggalan sejarah masa kerajaan masa lalu yang masih tersimpan dan terawat dengan baik hingga kini, bila kita berkunjung kesana.

“Sejarah alat musik ini, panjang dan banyak jenis, kegiatan seni rapai itu sendiri harus kita turunkan ke generasi sekarang, karena dimasa moderen tradisi adat ini mulai hilang diganti dengan kedzaliman musik baru, sayang kaula muda masa depan yang Islami,” tuturnya.

Diterangkan, kepada penulis mengenai, jenis-jenis rapai itu. Pertama Rapai Daboih, artinya sejenis pertunjukan ketangkasan yang mempertontonkan kemampuan seseorang kebal dari benda tajam. Dulunya daboih (debus) ini biasanya dimainkan oleh seorang khalifah yang memiliki ilmu kebal, ahli makrifat besi.

Lalu ada Rapai Geleng yang dimainkan secara duduk. Seni ini dimulai dengan memberikan salam, lalu menjulurkan tangan ke depan dan mengayunkan badannya ke kiri dan ke kanan secara serentak sambil memukul rapai dan menyanyikan ratoih (hikayat).

Ada juga Rapai Pulot juga dimulai dari salam dan dilanjutkan dengan penampilan akrobatik dan keahlian membentuk lingkaran bersambung. Baru kemudian ada Rapai Pase yang terdapat di Aceh Utara dengan formasi pemukul rapai sebanyak 30 orang.

Group Sanggar Rapai Geleng dan Dikee Pam Indatu, Gampong Tuwi Eumpeuk, Kecamatan Panga – Aceh Jaya.*

Diketahui, juga di kecamatan Panga Group Dikee (Dzikir) Pam, yang sering dikolaborasi dengan alat musik Rapai, yang berada di gampong Tuwi Eumpeuk yang dikelola oleh ketua Group Sanggar Indatu Irwandi Yunus.*[Red].