Aceh Jaya, Tribunnanggroe.com – Seni-Budaya Aceh Dikee Pam Panga Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh ditetapkan sebagai salah satu warisan Budaya Tak Benda Indonesia (WBTB) oleh Kemendikbud Ristek Republik Indonesia tahun 2022.
Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Jaya, Abu Bakar, S.Pd.I, MH., mengatakan, Dikee Pam merupakan salah satu cagar seni budaya turun temurun di kalangan masyarakat Panga Kabupaten Aceh Jaya.
“Dikee sendiri berarti zikir sedangkan Pam artinya tidur digabungkan menjadi zikir sambilan tidur, berurusan yang dirancang dan dipandu oleh penyair,” jelas Abu Bakar, saat dihubungi awak media,Sabtu (01/10/2022).
Sejarah Dikee Pam ini lahir pada tahun 1951 di desa Tuwi Eumpeuk Kecamatan Panga Kabupaten Aceh Jaya berkat kreasi dari Tgk Hamzah, yang merupakan seorang Guru Ngaji yang dikenal oleh kalangan masyarakat didaerah itu, beliau Meninggal pada tahun 1978.
Sejak pertama kali Dike Pam ini diciptakan, kelompok yang menekuni dan melestarikan kebudayaan dengan dalih syiar budaya islam ini, yang hanya ada di Gampong Tuwi Eumpeuk kala itu.
Pada awalnya Dikee Pam ini merupakan salah satu ritual yang sering dipertontonkan pada saat memperingati bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW atau lebih dikenal dengan Maulid Nabi di penjuru kecamatan panga.
Seni Budaya yang satu ini, diawal mula pembukaan dibacakan shalawat, khususnya versi kitab berjanji. Dalam perkembanganya, Dikee Pam mulai bertransformasi dari yang hanya untuk memperingati acara maulid Nabi Muhammad SAW menjadi seni yang dipentaskan diberbagai acara hajatan, perkawinan, acara resmi pemerintahan dan juga festival kebudayaan Aceh.
Isi yang terkandung dalam setiap syairnya juga berubah sesuai acara dan tujuannya, perubahan ini mulai terjadi sejak tahun 1978 yang di siasati oleh Tgk. Hanafiah, yang wafat pada saat tsunami 2004 dalam usia 60 tahun.
Kemudian Dike Pam ini dikembangkan kembali dalam Sanggar Aneuk Nanggroe yang diketuai oleh Tgk. Marwan sejak tahun 1997 sampai 2018 dan saat ini sebagai orang yang dituakan dalam sanggar tersebut.
Seiringnya Perkembangan, kemudian Sanggar Aneuk Nanggroe ini dalam penguatan kepengurusannya di ketuai lagi oleh Irwandi Yunus sampai sekarang ini.
Penampilan Dikee Pam yang paling signifikan dan sangat berkesan bagi para pegiatnya adalah pada saat Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) di Banda Aceh pada tahun 2004 silam. Kegiatan PKA yang dikemas merupakan pentas pertama kali bagi mereka yang mewakili Kabupaten Aceh Jaya.
Lalu, setelah sekian lama dinanti akhirnya Dikee Pam ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia 2022 oleh Kemendikbud Ristek Republik Indonesia.
“Penetapan WBTB oleh Kemendikbud RI merupakan satu anugrah budaya Kabupaten Aceh Jaya di kancah nasional, dengan adanya penetapan ini kita berharap melalui Dikee Pam Aceh Jaya juga dikenal oleh masyarakat nasional,” tutur Abu Bakar.
Sebagai Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan penyambung tangan pemerintah Aceh Jaya, dirinya sangat mengapresiasi Seniman dan Group Sanggar yang mampu membawa nama daerah dan Adat Budaya yang bernuansa Islami.
“Terima kasih kepada pelaku seni dan semua yang terlibat dalam hal ini sehingga terwujud pencapaiannya, rasa syukur yang mendalam dari kami dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Jaya serta seni budaya lainnya untuk terus dijaga agar dapat kita perjuangkan di kemudian hari,” ujar Abu Bakar.
Ia Berharap, Seni dan Adat Budaya ini yang menjadi warisan anak cucu Aceh dimasa yang akan datang, sehingga syiar islam lewat sanggar seni yang menjadi budaya dan terus terbina.
“Harapan kita nantinya, kedepan juga adanya pembinaan kepada pelaku seni untuk dapat dilanjutkan kepada pelaku seni sehingga khalayak ramai dapat mewarisi Dikee Pam Panga tersebut,” Demikian tuturnya.[***]