Harga Pertalite Eceran Capai 14.000 Per Liter di Gampong, Masyarakat Juga Keluh Harga Sembako Yang Berimbas

Ilustrasi Pedagang BBM Eceran.

Calang, Tribunnanggroe.com – Usai diputuskan naiknya harga BBM pada Sabtu (03/09/2022) siang, termasuk BBM bersubsidi, harga Pertalite eceran di kawasan pedalaman Aceh Jaya capai 14.000 per-liter, masyarakat keluhkan harga bahan pokok ikut serta nimbrung tinggi.

Padahal pemerintah menetapkan harga BBM Bersubsidi jenis Pertalite di SPBU Pertamina hanya sebesar Rp 10 ribu per liter.

Harga yang sangat tinggi tersebut sangat berdampak pada pedagang enceran di daerah pedesaan, selain naiknya harga BBM juga berimbas pada harga kebutuhan pokok dan bahan Bangunan.

Dampak dari kebijakan pemerintah tersebut, juga dirasakan oleh Aiyub, seorang pedagang BBM Eceran. Ia seharinya berjualan di pinggir jalan kabupaten Aceh Jaya dikawasan pusat pasar permukiman.

Saat ditemui awak media ini, Minggu (11/09) ia menuturkan, saat ini harga pertalite dijual 14.000 per liter. Hal ini disebabkan karena para pedagang eceran tidak bisa mengambil langsung di SPBU Pertamina, hingga terpaksa mengambil di penyuplai dengan harga 13.000 per liter.

“Kami menjual Pertalite Rp 14 ribu per liter, karena harga dari penyuplai diberikan kepada kami 13 ribu,” ucap Aiyub, secara tak sengaja, saat awak media membeli pulsa di kiosnya.

Aiyub mengaku hanya mengambil keuntungan Rp1 ribu per-liter Pertalite. Meski hanya ambil untung Rp1 ribu, tidak sedikit konsumen tidak lagi mengisi BBM di tempat usahanya, terkadang mereka beli karena terpaksa akibat kendaraan sudah minus bahan bakar.

“Ada juga yang tidak jadi beli di saya dengan alasan mahal, dan ada juga yang terpaksa membeli karena kebutuhan. Kalau tidak ada penjual di eceran, mereka harus cari ke SPBU yang jaraknya mencapai 9 kilometer,” ungkap Aiyub.

Menurutnya, harga BBM jenis Pertalite itu terpaksa dijual mahal, karena sulit untuk diperoleh di SPBU. Hal itu akibat dilarang  pembelian menggunakan Jeregen, sehingga pedagang terpaksa ambil pada penyuplai dengan harga tinggi.

Namun, kata Ayub, dampaknya dirasakan oleh masyarakat bawah di daerah pedesaan, apa lagi mereka kalangan petani.

“Mereka harus menerima kenyataan pahit tersebut, karena sudah menjadi kebutuhan transporasi, apa lagi disaat musim turun sawah. Namun dampak dari  harga BBM tinggi, harga kebutuhan rumah juga naik, namun para kepala keluarga harus siap,” ungkapnya

Selain itu, Ambiya, salah seorang Petani di Aceh Jaya, saat diwawancara media ini, menuturkan, masyarakat kecil di daerah pedesaan merasakan dampak dari kenaikan harga BBM, terutama terkait harga satuan kebutuhan hari-haru.

Kadang kala, sambung Ambiya, setiap kebutuhan harus melihat keadaan belum tentu dapat terpenuhi, karena harus dilihat dari kondisi keuangan, harga beli hasil panen petani sangat murah, sedangkan harga beli kebutuhan pokok sangat mahal dipasaran.

“Terlebih penghasilan petani sekarang pas-pasan, untuk kebutuhan keluarga saja tidak cukup, terkadang kami makan nasi cuma campur garam sama minyak saja, saat hendak bekerja ke sawah,” ungkap Ambiya.

Menurut Ambiya, kenaikan harga BBM ini memang sangat mencekik masyarakat di kalangan bawah, bahkan tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga.

“Sebenarnya tidak apa-apa BBM naik, namun harus diperhatikan kondisi rakyat. Kondisi saat ini sedang sulit dalam segala hal, terutama dalam mencari rezeki, ekonomi tidak stabil, harga hasil panen rakyat tidak setimpal, sedangkan harga sembako melambung tinggi, bagaimana nasib rakyat Indonesia yang dinilai oleh penjabat Negera ini,” pungkasnya.[***]

Penulis: SamsEditor: Redaksi