Aceh Barat, Tribunnanggroe.com – Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat menyoroti perihal dengan kondisi bibir pantai di kawasan Desa Babah Ie, Kecamatan Jaya, Aceh Jaya yang rusak akibat banyak tanaman cemara yang ditebang.
Dari berita yang sebelumnya kami dapatkan dan telah beredar di media, bahwasannya tampak dengan jelas dugaan ratusan pohon cemara yang merupakan penyangga bibir pantai di kawasan itu hilang, dan diduga ditebangi oleh pihak tidak bertanggung jawab.
“Pertama-tama, kami sangat menyayangkan hal ini, pertimbangannya lokasi pohon cemara itu dulunya ditanami berdasarkan SK dari kementerian yang kini kondisinya rusak” ujar Edi dalam sebuah rilis yang diterima media ini, Minggu (17/04/2022).
Kata dia, informasi yang didapat bahwa Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Jaya, T Ridwan menjelaskan, kawasan tersebut berada dalam zona yang ditetapkan tidak dapat dirusak atau dimanfaatkan, selain dijadikan lokasi wisata.
“Artinya penebangan ratusan pohon cemara ini sudah sangat direncanakan dan diduga ingin dijadikan lokasi tambak udang”
Dia menambahkan, bahwasannya kita tidak anti dengan adanya pembuatan tambak udang sebagai sumber kebangkitan ekonomi bagi masyarakat pesisir, namun tentunya penebangan pohon cemara yang berada dekat area bibir pantai harus benar-benar dikaji secara mendalam dan merujuk kepada ketentuan izin lingkungan yang berlaku.
Artinya kata ia, pembangunan dan pengembangan tambak udang harus bertanggung jawab dengan mengacu pada prinsip-prinsip keadilan, berbasis teknologi ramah lingkungan, dan berkelanjutan.
Dimana persyaratan yang harus dipenuhi untuk lokasi pembangunan tambak baru adalah Lokasi usaha budidaya tidak dibangun pada lahan mangrove yang kritis, dan jalur formasi geologi material tambang, kemudian pembangunan tambak tidak merusak/menghilangkan fungsi hutan mangrove atau habitat basah lainnya, dan sesuai dengan tata ruang yang diperuntukkan bagi usaha budidaya udang/ikan dan telah mempunyai kekuatan hukum dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda), dan juga terhindar dari kemungkinan terjadinya banjir.
Oleh karena itu, tambah Edi, kami mendesak pihak Dinas Kelautan dan Perikanan untuk melihat kembali apakah penembangan ratusan pohon tersebut yang diduga dipergunakan untuk tambak sesuai dengan keputusan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 21/PERMEN-KP/2018 Tentang Tata Cara Perhitungan Batas Sempadan Pantai guna meminalisir dampak kerentanan bencana banjir air laut, apalagi daerah tersebut sudah ditetapkan dengan berdasarkan SK Kementerian.
Bila tidak sesuai, tentu kami mendesak adanya pemberlakuan sanksi, baik administrative (denda) atau pun pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahkan parahnya lagi Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMP2TSP) Kabupaten Aceh Jaya mencatat, hanya ada sebanyak tiga titik dan lokasi tambak udang vaname yang memiliki izin di kabupaten tersebut.
Lanjut Edi, ini menjadi early warning bagi pemerintah setempat guna memantau aktifitas pembuatan tambak baru, terutama di dekat area bibir pantai, saran kami, sebaiknya sosialisasi atau pemberitahuan kepada pemilik tanah dan pengusaha tambak sudah lebih masih dilakukan.
Lebih lanjut, kata ia, dari keterangan via media, Kadis menyebutkan sudah disepakati jika di kawasan tersebut hanya zona yang berada di luar 145 meter dari bibir pantai yang dapat dimanfaatkan untuk dijadikan lokasi tambak atau tempat usaha lainnya.
“kita mendesak pihak terkait, dan juga aparat penegak hukum untuk mendalami motif pengrusakan atau penebangan ratusan pohon cemara tersebut yang diketahui tepat berada di bawah Pegunungan Geurutee. Dan saat ini paska ditebang, memperlihatkan daerah yang menggangga kosong”
Dari data dokumen yang kami dapatkan bahwasannya lokasi desa tersebut adalah Desa Babah Ie, Mukim Keuluang, Kecamatan Jaya dan bila dilihat dari data merupakan wilayah Konservasi perairan Kabupaten Aceh Jaya.
Ada dua dokumen surat bila dilihat sebagai rujukan. Pertama, Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kabupaten Aceh Jaya (KKPD), dalam pembagian administrative Indonesia, pada awal penetapatannya luas lahan yang ditempati adalah 139 hektare.
“Setelah diadakan penambahan luas lahanm KKPD Kabupaten Aceh Jaya mempunyai luas lahan 1.609,14 hektare dan ini penetepan suratnya berdasarkan Surat Keputusan Bupati Aceh Jaya Nomor 3 Tahun 2020 yang diterbitkan pada tanggal 21 Januari 2010” imbuh Edi
Ke Dua, yaitu berdasarkan surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 76/KEPMEN-KP/2020 Tentang Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Aceh Jaya dan Perairan Sekitarnya di Provinsi Aceh.
Dalam SK Menteri menyebutkan bahwa dalam rangka melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta ekosistem di Aceh Jaya dan perairan sekitarnya di Provinsi Aceh yang memiliki potensi perikanan dan adanya habitat penting seperti terumbu karang, padang lamun, mangrove, sumber daya ikan ekonomis penting seperti lobster, udang, kakap putih, kerapu, hiu lontar, dan spesies dilindungi seperti penyu, hiu martil, maka perlu dilakukan perlindungan terhadap pesisir dan pulau-pulau kecil Aceh Jaya dan perairan sekitarnya di Provinsi Aceh.
Adapun dalam SK Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut diketahui bahwa adanya luas area yang mencapai 50.105,18 hektare yang meliputi Area I dengan luas area 45.394,64 hektare yang terdiri zona inti, zona pemanfaatan terbatas dimana salah satunya adalah zona wisata dengan luas 405,53 hektare.
Sedangkan zona lainnya adalah subzona rehabilitasi dengan luas 78,88 hektare. Area II dengan luas 4.710,54 hektare dengan zona inti seluas 654,29 hektare, zona pemanfaatan terbatas seluas 4.056,25 hektare dan salah satunya adalah subzone wisata seluas 150,98 hhektar, tutur Edi Saputra koordinator Gerak Aceh Barat.[***]