‎Warga Padang Datar Tagih Kepastian Kasus Dugaan Penyerobotan Tanah ke Kejati Aceh

‎Keuchik Mawardi Is dan Warga Gampong Padang Datar saat mendatangi Kantor Polda Aceh membuat laporan kasus dugaan pemalsuan dokumen dan penguasaan lahan yang  dilakukan oleh terlapor, Jum'at 08 Desember 2025 lalu.*(Foto : dok. Warga/Pelapor)

CALANG | NANGGROENEWS.com – Warga Gampong Padang Datar mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh segera memberikan kejelasan terkait status penanganan perkara dugaan pemalsuan dokumen dan penguasaan lahan yang menjerat terlapor berinisial TA, yang disebut menjabat sebagai Ketua APDESI Aceh Jaya.

‎Tuntutan itu disampaikan melalui rilis pers yang diterima media ini, Sabtu 22 November 2025. Dalam rilis tersebut dijelaskan bahwa berkas perkara dimaksud telah dikembalikan oleh penyidik Ditreskrimum Polda Aceh ke Kejati Aceh pada 27 Oktober 2025 untuk dilakukan penelitian kembali. Namun, hingga satu bulan berlalu, belum ada kejelasan apakah berkas dinyatakan lengkap (P-21) atau dikembalikan untuk dilengkapi (P-19).

Baca JugaPemkab Aceh Jaya Tata Batas Kawasan Hutan, Puluhan Pal Beton Dipasang

‎Pelapor kasus, Mawardi yang juga Keuchik Gampong Padang Datar, Kecamatan Krueng Sabee, menyebut berdasarkan SP2HP yang diterima pihaknya, seluruh petunjuk jaksa telah dipenuhi dan berkas telah resmi dikirim ulang ke Kejati Aceh. Meski demikian, hingga kini pihaknya belum memperoleh perkembangan apa pun.

‎“Penyidik menyatakan seluruh petunjuk sudah dipenuhi. Yang kami tunggu sekarang adalah keputusan kejaksaan,” ujar Mawardi.

‎Mawardi menambahkan, kasus tersebut dilaporkan ke Polda Aceh dengan nomor : STTLP/318/XII/2024/SPKT/Polda Aceh tertanggal 17 Desember 2024. Adapun dokumen hasil penyelidikan terakhir tercatat pada Nomor: B/SP2HP/601/RES.1.2/2025/Subdit II/Resum, tertanggal 9 November 2025.

‎Lebih lanjut ia menilai ketidakjelasan status penelitian berkas sudah melewati batas waktu yang ditentukan undang-undang, dan bertentangan dengan Pasal 138 ayat (2) KUHAP yang menyebutkan bahwa jaksa wajib meneliti berkas perkara dalam jangka waktu paling lama 14 hari.

“Kalau aturan menyebut 14 hari, seharusnya dipatuhi. Sampai kini belum ada kejelasan apa pun,” tegasnya.

Menurutnya, perkara yang menyeret terlapor TA disebut berkaitan dengan sejumlah pasal pidana, di antaranya Pasal 263 KUHP (Pemalsuan Dokumen), Pasal 406 KUHP (Perusakan), Pasal 170 KUHP (Perusakan secara bersama-sama), serta Perppu No. 51 Tahun 1960 tentang Larangan Penguasaan Tanah Tanpa Izin.

‎Mawardi menilai bobot pasal tersebut seharusnya menjadi perhatian serius dan mendorong percepatan proses penanganan, bukan justru berlarut-larut tanpa kejelasan.

‎Ia juga berharap Kepala Kejati Aceh turun langsung mengevaluasi kinerja jaksa peneliti untuk memastikan mekanisme penanganan perkara berjalan sesuai aturan.

“Ketika penyidik sudah menyelesaikan kewajibannya, seharusnya proses di kejaksaan juga berjalan sesuai mekanisme,” ungkapnya.

Mawardi turut mengingatkan status terlapor sebagai Ketua APDESI Aceh Jaya tidak boleh memengaruhi atau memperlambat proses hukum. Ia menegaskan akan menempuh jalur pengawasan apabila Kejati Aceh tak juga mengeluarkan keputusan dalam waktu dekat.

“Bila diperlukan saya akan mengajukan keberatan ke Jamwas maupun Komisi Kejaksaan. Kepastian hukum adalah hak pelapor,” tutupnya.[red]