BANDA ACEH | NanggroeNews.com – Di lorong sunyi lantai perawatan RSUD Zainoel Abidin Banda Aceh, Senin siang (4/8/2025), langkah tenang Gubernur Aceh Muzakir Manaf—yang akrab disapa Mualem—menyusuri ruangan tempat seorang sahabat lama dirawat.
Sosok itu adalah Tgk. Nasruddin bin Ahmed, lebih dikenal dengan nama Teungku Nas, mantan juru runding GAM yang pernah duduk di meja perundingan menegosiasikan nasib rakyat Aceh di tengah bara konflik.
Kehadiran Mualem bukan sekadar kunjungan formal. Ada ikatan sejarah panjang antara keduanya, terbentuk dari masa-masa genting ketika perjuangan Aceh belum mengenal damai.
Baca Juga : Anggota DPRK Aceh Jaya Pastikan Pembangunan Jembatan Lamdurian Dilaksanakan 2025.
Di RSUDZA, keduanya kembali bertem -bukan untuk membahas strategi perjuangan, melainkan mengenang waktu dan menghargai sisa-sisa perjalanan hidup.
Jejak Seorang Perunding
Nama Teungku Nas tidak asing dalam lembar sejarah perdamaian Aceh. Ia merupakan salah satu tokoh yang dipercaya menjadi juru runding GAM sejak masa Jeda Kemanusiaan tahun 2000, hingga perjanjian Penghentian Permusuhan (CoHA) dengan Pemerintah Republik Indonesia.
Ia ikut dalam proses dialog internasional di Swiss, sebelum kemudian ditangkap oleh pemerintah Indonesia menjelang Tokyo Meeting. Dari sel tahanan di Aceh, ia kemudian diboyong ke Lapas Sukamiskin, Jawa Barat. Bagi Teungku Nas, penjara bukan akhir dari perjuangan. Setelah mendapat amnesti sebagai tahanan politik, ia kembali ke tanah kelahirannya di Bireuen, memilih jalur lain: membangun komunitas dari bawah.
Kembali ke Akar, Membina Komunitas
Alih-alih memilih panggung politik atau kehormatan, Teungku Nas justru memulai hidup baru sebagai pengusaha batu bata di tengah puing-puing pascatsunami.
Usaha itu bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga upaya memberdayakan masyarakat yang kehilangan banyak hal.
“Beliau pernah bilang, perjuangan tidak harus dengan senjata atau politik, tapi bisa juga lewat ekonomi rakyat,” ujar salah satu kerabatnya yang turut menemani di rumah sakit.
Di masa damai, Teungku Nas juga pernah mewakili GAM dalam Aceh Monitoring Mission (AMM), memperkuat komitmen terhadap perdamaian yang telah dirintis.
Sahabat Seperjuangan
Kedatangan Mualem ke ruang perawatan Teungku Nas bukanlah agenda politik. Bagi Mualem, ini adalah kunjungan kepada seorang sahabat seperjuangan, rekan senasib yang turut mengukir sejarah penting dalam perjalanan Aceh menuju damai.
“Teungku Nas bukan hanya bagian dari sejarah, tapi juga sosok yang memilih jalan sunyi untuk tetap berjuang dengan cara yang tenang,” ujar Mualem usai menjenguk.
Meski raganya kini melemah, semangat Teungku Nas tetap menginspirasi. Di ruang rumah sakit, pertemuan dua tokoh ini menjadi pengingat bahwa perjuangan tak selalu berakhir di medan laga—kadang ia menemukan bentuknya dalam kerja senyap dan dedikasi membangun kehidupan.*